Menebak Telunjuk Para Calon Bupati di Arena Konfercab
KONFERCAB PCNU Karawang mulai digelar hari ini di Pondok Pesantren Attarbiyah di Desa Ciwulan, Kecamatan Telagasari. Memang sempat menimbulkan pertanyaan mengapa digelar di tempat Ketua PCNU incumbent yang kembali mencalonkan? “Sudahlah itu sudah menjadi pertimbangan pleno penyelenggara yang saya percaya pasti profesional,†ujar Deden Permana, salah satu kandidat yang akan maju di Konfercab. Pemilihan tempat konfercab memang tidak terlalu penting. Yang penting tempatya layak dan penyelenggara bisa menjalankan tugasnya menyelenggarakan konfercab dengan lancar dan demokratis sesuai AD/ART NU. Dalam mekanisme Konferensi NU, tidak ada pendaftaran calon rois maupun ketua tanfidziyah. “Untuk pemilihan rois melalui mekanisme ahlul halli wal aqd (AHWA), di mana setiap MWC NU memilih 5 orang kiai dan 5 besar menjadi AHWA yang bertugas menentukan rois,†ujar Ketua Panitia Konfercab, Imam Muhyidin. Sementara,  untuk pemilihan ketua tanfidziyah, yang menentukan seorang menjadi calon adalah pilihan para MWC pada saat pelaksanaan pemilihan ketua. “MWC lah nanti yang akan menentukan sesuai mekanisme pemilihan yang sudah ditentukan AD/ART NU,†ungkapnya. Sebelum hajatan kaum nahdliyin Karawang ini digelar, sudah muncul beberapa nama yang akan bersaing memperebutkan posisi Ketua PCNU Karawang. Mereka adalah KH. Ahmad Ruhiyat Hasby (Kang Uyan),  H. Jenal Arifin, H. Endang Sodikin dan H. Deden Permana. Tentu masyarakat Karawang sudah mengenal mereka dengan latar belakang yang beragam. Ada pengusaha seperti Deden Permana dan Jenal Arifin, politisi Endang Sodikin dan tentu saja Ketua PCNU incumbent Kang Uyan dengan latar belakang pengasuh pondok pesantren, Secara normatif, semuanya layak untuk memegang posisi Ketua PCNU. Punya misi dan visi masng-masing yang bagus serta mendapat dukungan dari para tokoh NU di Karawang. Hanya saja, setiap Konfercab NU digelar, selalu ada dinamika politik eksternal yang mewarnainya. Bahkan seringkali menentukan hasilnya. “Itu wajar, berarti Korfercab NU sangat dinamis dan menjadi magnet politik di Karawang ini,†ujar Emay A Maehi, dalam podcast PWI Karawang Tv beberapa waktu lalu. Bahkan di podcast yang sama dengan waktu yang berbeda, Deden Permana sempat mengatakan NU Karawang harus sinergis dan menjadi mitra pemerintah saat ini. “Saya ingin mengembalikn moderasi jamiyah NU dengan pemerintah. Bukan beroposisi. Karena itu bukan watak NU,†ujar Deden di podcash PWI Karawang TV. Ia juga menjelaskan NU Karawang jangan lagi didominasi oleh golongan politik tertentu atau parpol tertentu. Jika melihat Konfercab NU Karawang sebelumnya, memang selalu ada pertarungan politik eksternal yang mempengaruhi jalannya pemilihan. Eksternal itu adalah kekuatan politik para calon bupati yang akan maju di Pilkada Karawang mendatang. Publik pun menebak-nebak, siapa mendukung siapa? Maka kemudian wajar jika muncul tafsiran bahwa Konfercab NU Karawang merupakan uji coba pertarungan politik pilkada Karawang mendatang. Sudah menjadi rahasia umum jika dinamika politik pilkada Karawang sudah panas lebih awal. Sudah ada parpol yang deklarasi cabup. NasDem dan PKS Karawang sudah lebih dulu deklarasi mendukung H. Aep Saepulloh yang kini menjabat Wakil Bupati Karawang untuk maju di Pilkada mendatang. Semetara di lain pihak beberapa parpol dan tokoh Karawang mulai menimang Acep Jamhuri yang kini masih menjabat Sekda Karawang untuk maju di Pilkada mendatang. Tentu saja dengan dinamika politik yang kebetulan dua-duanya ada di tubuh birokrasi Pemkab Karawang itu, tensinya menjadi sangat laten. Persaingan keduannya sudah banyak dibicarakan orag. Baik di internal Pemkab maupun di luar. Nah, apakah arena Konfercab NU Karawang ini jadi ajang pertarungan kedua kubu politik itu? Rumor pun berkembang di luaran arena Konfercab bahwa Acep Jamhuri merapat dengan Jimmny Jamaksary (kakak kandung Kang Uyan) untuk melawan pecalonan Deden Permana yang disebut-sebut didukung H. Aep. Dengan aroma persaingan ini banyak yang mengira arena Konfercab menjadi panas. Benarkah? Dukung mendukung kandidat Ketua PCNU Karawang memang tidak segawat itu. Biasanya kaum nahdliyin lebih akomodatif dalam menyelesaikan urusan politik. (shn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: